Kita tahu, orang bermuka dua kerap diartikan sebagai orang yang menunjukkan sikap yang berbeda kepada satu orang dengan orang yang lain, dan seolah membuat dirinya terkesan tidak konsisten. Pada akhirnya, orang bermuka dua ini dicap sebagai orang yang ‘sok baik’ karena dia punya sisi baik dan sisi buruk.
Layaknya fenomena sosial, masyarakat lebih suka menilai dan mengomentari keburukan dibandingkan kebaikan. Namun, pada dasarnya setiap orang bermuka lebih dari satu karena menggunakan topeng sesuai dengan peran-peran yang orang tersebut jalani. Topeng seperti apa? Langsung aja simak paparannya di bawah ini.
Dalam situasi-situasi sosial
Kebanyakan dari kita mungkin akan berusaha berbuat baik, terlihat ramah, dan menyenangkan bagi orang lain, kita akan berusaha menyesuaikan dengan keadaan. Namun ada beberapa orang yang mengatakan bahwa hal seperti itu adalah hal munafik. Bagi mereka yang mengatakan hal tersebut ‘munafik’, kita tidak perlu mengenakan “topeng” dalam bersosialisasi.
Ada baiknya kita menjadi diri sendiri, dan menunjukkan siapa diri kita yang apa adanya pada dunia. Mereka juga berpendapat bahwa mengenakan topeng dalam bersosialisasi juga adalah suatu yang melelahkan.
Dalam konsep kepribadian Carl Jung ada yang dinamakan dengan “Pesona”. Kata pesona diambil dari bahasa latin, yang artinya topeng yang digunakan oleh para aktor drama.
Fungsinya sama dengan namanya yaitu sebagai “topeng” yang kita gunakan ketika kita berada dalam situasi sosial.
Pesona
Pesona adalah yang menghubungkan antara kepribadian seseorang dengan lingkungannya. Pesona – “topeng” digunakan seseorang untuk berperan sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya.
Apakah kita salah saat mengenakan “topeng”?
Tentu saja tidak. Pasalnya, jika kita melihat berdasarkan sebelumnya tentu “topeng” tersebut dibutuhkan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Pesona dibutuhkan untuk membuat kita diterima di lngkungan sosial, diterima di dunia luar.
Bahaya pesona
Hanya menggunakan satu pesona
Contoh ketika kita menyukai peran sebagai ‘seseorang yang lucu’ ke mana-mana menggunakan peran tersebut.
Takut dengan penilaian orang lain
Kita terus menggunakan pesona kita dan menjadi seseorang yang selalu berusaha menyesuaikan diri dengan orang lain – konfornitas.
Terlalu sering menggunakan pesona
Kita terlalu terbenam dengan peran-peran yang kita mainkan sehingga kehilangan jati diri yang autentik.
Sumber: Lingkar Psikologi
Editor: Yusham