Dewasa ini, komunitas pecinta alam dan wisata kian menjamur di Tanah Air. Dari sekian banyak wadah bagi para pencinta alam, terseliplah nama satubumikita (sabuki), salah satu komunitas yang berdiri di Kota Bandung.
Kali ini kami berkesempatan mewawancarai salah satu penggagas komunitas sabuki, Siti Robiah. Meski wanita yang akrab disapa Ceceu ini sedang berada di Romania, Eropa Tengah, ia masih berkenan untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang kami berikan lewat percakapan daring, WhatsApp.
Kesan someah (ramah) pun langsung terasa saat ia membalas percakapan dengan bahasa Sunda. “Oh, muhun mangga. Punten rada slow response. Kumaha, Kang?”
Bisa diceritain bagaimana awal terbentuknya sabuki? Kenapa memilih nama satubumikita?
Satubumikita berdiri pada 11 September 2011 di Kota Bandung, tepatnya di Taman Balai Kota. Filosofi sederhana dari satubumikita adalah bumi yang kita huni ini beserta penghuninya merupakan sebuah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan serta bersimbiosis. Berawal dari niat pengin bikin event organizer tapi lama-lama malah jurusannya ke nonprofit, jadilah komunitas.
Apa tujuan utamanya?
Komunitas ini didirikan atas dasar kesamaan dan kesukaan terhadap apa yang dinamakan petualangan dan perjalanan. Satubumikita bisa dikatakan sebagai kolektif/komunitas berbasis masyarakat umum. Bergerak dalam penyelenggaraan sebuah kegiatan amatir yang bernuansa alam bebas (petualangan) di wilayah Bandung, Jawa Barat dan berharap Indonesia pada umumnya. Pada intinya satubumikita bertujuan untuk bersama-sama mendekatkan, mencintai serta mengenal alam dan lingkungan sekitar kita.
Apa aja nih kegiatan atau program kerjanya?
Naik gunung, camping, touring, sharing dan bakti sosial. Kalau untuk program kerja belum ada. Lebih mengalir aja sih kalau ada yang mengajukkan ide dan pelaksanaan lanjut jadi kegiatan.
Sejauh ini udah kemana aja kegiatannya?
Semeru, Argopuro, Lawu, Kerinci, dan Rinjani di Lombok, serta gunung-gunung yang jadi impian semua pendaki lainnya.
Apakah ada kegiatan lain?
Sabuki mempunyai lansia binaan, di mana setiap beberapa bulan kami berkunjung memberikan santunan donasi dari teman-teman dan membantu memperbaiki rumah yang rusak atau sekadar bercengkrama dengan lansia binaan kami.
Dengan cara apa sabuki melakukan kegiatan untuk merawat alam dan lingkungan sekitar?
Ada beberapa kegiatan, yang di situ kami juga membuat acara untuk satu warga setempat, mengundang anak-anak sekitar dan memberikan edukasi tentang lingkungan bagaimana menanam bibit pohon baru, dan pengelolaan sampah agar tidak membuang sampah sembarangan, contoh kecilnya.
Sekarang udah banyak banget komunitas yang bergerak dalam kegiatan alam dan wisata, terutama di kota-kota besar, apa yang membedakan sabuki dengan komunitas serupa?
Mungkin sama aja sih dengan komunitas-komunitas yang lainnya. Sabuki udah seperti keluarga, bahkan banyak teman-teman yang bertemu jodohnya di sabuki juga (tertawa).
Saat ini udah ada berapa anggota?
Kami enggak ada sistem keanggotaan tapi kalo dilihat database teman-teman yang pernah mengikuti kegiatan sabuki 300’an mungkin ada. Tapi ya gitu, datang dan pergi karena enggak ada sistem keanggotaan. Kalo yang aktif sampai saat ini sekitar 100 orang. Kami tidak mengenal keanggotaan apalagi bersifat mengikat. Kami lebih mengedepankan kepada sisi pertemanan dan kekeluargaan yang bebas. Siapa aja boleh ikut dalam kegiatan kami, dengan syarat menjaga etika moral.
Di mana biasanya sabuki kumpul?
Bebas di mana aja, kalo kopdar kadang di taman-taman di Kota Bandung, atau biasa kami kumpul di Jalan Bojongkoneng No. 24.
Jika ingin gabung bareng sabuki bagaimana caranya?
Enggak ada syarat tertentu yang pertama sih bisa hubungi contact person kami dan bagusnya kalau ada event atau sekadar kopdar lebih baik datang buat perkenalan.
Hingga sekarang apa harapan terbesar komunitas sabuki?
Harapannya sih semoga selalu memberikan manfaat buat orang banyak, enggak cuma sekadar main tapi ada manfaat untuk diri sendiri dan orang lain, merangkul anak muda generasi bangsa untuk berkegiatan positif.
(Yusham)
Categories: Community