Kesadaran masyarakat akan isu kesehatan mental dinilai terus melambung tinggi. Meski sudah banyak dibicarakan, sayangnya isu ini masih dianggap stigma oleh beberapa pihak.
Namun, kesadaran terkait isu tersebut tercermin lewat munculnya sejumlah kampanye, perbincangan di media sosial, ataupun komunitas, salah satunya yakni komunitas Bipolar Care Indonesia (BCI) Bandung.
Komunitas ini dibentuk untuk memberikan lingkungan nyaman bagi para penderita bipolar. Seperti apa komunitas ini bergerak? Langsung aja simak petikan wawancara kami bersama Daniel Ferry Prasetyo selaku Program Manager/Mediator Art Therapy BCI Bandung.
Bisa diceritakan sedikit bagaimana awal mula terbentuknya Bipolar Care Indonesia Bandung?
Bipolar care Indonesia simpul Bandung terbentuk pada tanggal 1 September 2015, kami menginduk dari Bipolar Care Indonesia (Pusat), di mana mereka memberikan izin kepada Ica, David serta Mirna untuk membuat cabang di Kota Bandung.
Apa sih tujuan utama berdirinya BCI Bandung?
Sebagai wadah interaksi, silaturhami dan dukungan bagi para rekan penyintas kesehatan mental (awalnya hanya terfokus pada bipolar) namun semakin ke sini kami menerima semua penyintas kesehatan mental, di mana kita sama sama tahu bahwa pergaulan dan lingkungan diluar sana masih kurang ramah dan nyaman terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) atau orang dengan bipolar (ODB).
Lalu seperti apa kegiatan atau program kerjanya?
Bersifat formal dan non formal. Contohnya, kami ada kegiatan edukasi ke lingkup sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah atas selain ke kampus – kampus, kantor, serta ruang publik lainnya dalam memberikan edukasi serta deteksi dini kesehatan mental. Kami ada kegiatan yang bersifat non formal seperti diadakannya kelas bakat melukis, musik, public speaking, dan ke depannya kami ada sanggar belajar untuk memfasilitasi kegiatan belajar mengajar bagi anak anak remaja yang kurang beruntung. Selain itu, masih ada kegiatan yang bersifat fun and games seperti diadakannya outbond, rekreasi bersama dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan kami biasanya dilaksanakan pada awal bulan atau minggu ke dua, jika offline. Meliputi gathering, sharing dan support group. Kami juga mengadakan kegiatan yang terfokus pada poin-poin tertentu seperti gathering kelas bakat menggambar, musik, public speaking, selain gathering yang memang bersifat formal (Psikoedukasi).
Apa saja sih tanda-tanda, misalnya kita atau teman kita mengalami gejala bipolar?
Jika ada seseorang yang merasakan sulit sekali tidur, atau sama sekali tidak membutuhkan tidur, merasakan bahagia yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama, berbicara dengan sangat cepat dan berpindah-pindah tema (karena pikirannya pun bergerak begitu cepat), tidak bisa diam di satu tempat dan impulsive, sangat mudah terdistraksi, menilai kemampuan diri secara berlebihan atau overconvidence dan yang paling jamak terlihat adalah ketika seseorang menarik diri dari lingkungan/pergaulan, mengalami gangguan penurunan daya ingat atau rentang konsenstrasi pendek.
Faktor apa saja yang memicu seseorang mengalami gejala bipolar?
Di antaranya adalah faktor genetis, jadi baik dari pihak orang tua atau leluhur yang menurunkan gangguan kesehatan mental terhadap keturunannya. Ada juga faktor trauma, perundungan ,serta NAPZA sehingga menjadi pencetus seseorang mengalami bipolar.
Biasanya dialami oleh usia berapa?
Bipolar bisa menyerang siapa saja tanpa terfokus pada usia dan gender, tapi lazim terjadi pada remaja dikisaran usia 15 – 25 tahun, di mana rentang usia produktif dari yang bersangkutan.
Misalnya, bagaimana dengan seseorang yang bukan ahli, hal apa yang bisa kita dilakukan jika kerabat/teman kita memiliki gangguan bipolar?
Memberikan dukungan yang positif, tidak memberikan stigma/diskriminasi, memberikan saran/nasehat atau ikut menemani yang bersangkutan memeriksakan diri ke psikolog /psikiater.
Ada tips atau saran bagaimana cara penanganan atau pengobatannya?
Bisa melakukan koordinasi kepada pihak professional seperti psikolog, psikiater, konselor, rutin meminum obat serta melakukan terapi seperti terapi CBT, mindfullness, atau art therapy untuk mendukung kestabilan penyintas.
Selama ini program kerjanya udah sampai mana aja?
Kegiatan kami sudah sampai di tahap pelatihan/edukasi ke Universitas Flinders Australia selama dua minggu, di mana ketua kami, Teh Icha mewakili Bipolar Care Indonesia Bandung dan membawa nama Jawa Barat dalam edukasi/pelatihan tersebut. Waktu itu, pemerintah setempat atau pusat bahkan tidak terpikir untuk melakukan kegiatan seperti itu, justru pihak dari luar yang sangat memperhatikan isu kesehatan mental, dibuktikan dengan adanya pelatihan/deteksi dini kesehatan jiwa. Beberapa kegiatan lainnya adalah baksos ketika awal Covid -19 melanda Jawa Barat, Bandung, pada khususnya, kami dari kelas gambar melelang banyak lukisan hasil karya sendiri, dan hasilnya dipergunakan untuk donasi baksos korban terdampak Covid-19. Selain itu kami melelang gambar-gambar untuk membantu anggota yang kurang biaya untuk menebus obat, memeriksakan diri ke psikiater/psikolog. Kegiatan lain, edukasi ke banyak lingkup pendidikan, talk show dengan beberapa stasiun radio serta televis. Ada juga kegiatan Psikoedukasi baik melalui kegiatan offline atau online (webinar) serta yang terbaru dari kelas gambar kami mengadakan pameran seni rupa dengan tajuk ‘Merdeka Dari Stigma‘. Selain sampai di Australia, kami masih terpusat di Jawa Barat, Bandung dan Cimahi, ada juga kegiatan penjangkauan anggota, home visit, ke rumah-rumah anggota untuk mengedukasi dan memberikan dukungan kepada mereka secara langsung, melayani kegiatan konseling dan dukungan keswa.
Saat ini sudah ada berapa anggota dan apa saja profesinya?
Sejauh ini sudah menyentuh angka 700-an dengan yang aktif berkegiatan sekitar 200 orang anggota dan followers sekitar 4000 orang di Instagram kami. Untuk profesi, kami datang dari beragam kalangan; mahasiswa sebagai penyumbang jumlah anggota terbanyak, freelance, ASN, dosen, hingga pekerja sosial, psikolog, guru dan para perupa atau seniman banyak yang menjadi anggota kami.
Mengingat hari ini masih masa pandemi, apakah kegiatannya masih efektif?
Kegiatan terus dilaksanakan dengan metode online (webinar, zoom meeting, google meeting) dan kegiatan offline dengan mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah.
Kalau ingin gabung gimana caranya?
Bisa menghubungi 0813-1239-9930, Ica.
Terakhir, apa nih harapan BCI Bandung?
Harapan kami adalah Indonesia Tanpa Stigma bagi Penyintas Kesehatan Mental, Indonesia Bebas Pasung bagi rekan – rekan Schizophrenia serta penerimaan secara utuh dari seluruh lapisan masyarakat terhadap orang dengan bipolar atau orang dengan gangguan jiwa. Terakhir, pemerintah tolong dong dukung kegiatan-kegiatan kami dalam edukasi keswa, jangan jadi slogan dan janji manis semata.
Penulis : Yusham
Categories: Community