Tanggal 21 April selalu diperingati sebagai hari Kartini yang diambil dari hari kelahirannya. Seluruh masyarakat di berbagai penjuru Indonesia mengakui bahwa R.A Kartini merupakan salah satu pahlawan yang memperjuangkan hak-hak perempuan pada masanya. Beliau merupakan perempuan yang berjasa dalam emansipasi wanita yang semakin berkembang belakangan ini. Tentu bukan hal yang mudah baginya untuk memperjuangkan hak perempuan yang seharusnya diraih, terlebih pada zaman dahulu akses masih terbatas dan sulit. Banyak hal dan rintangan yang dilewati R.A Kartini untuk menggapai kemerdekaan perempuan ini. Terdapat fakta-fakta unik yang masih sedikit orang ketahui tentangnya, berikut merupakan ulasannya.
Mengalami Bullying
Pada masa sekolahnya, Kartini mengalami diskriminasi dan ejekan bukan dari murid melainkan dari guru-guru Belanda. Ia mengalami cemoohan karena ia merupakan perempuan dan memiliki kulit cokelat, sementara pada masa itu para guru tidak rela memberikan nilai yang tinggi untuk murid yang keturunan Jawa meskipun berhak. Kartini hanya boleh mengenyam pendidikan hanya tingkat Sekolah Dasar saja, dan setelah itu ia dipingit di rumahnya. Pada zaman itu, memang kaum perempuan hanya di kurung di rumah untuk menunggu lelaki yang tak dikenalnya datang menikahinya.
Memperjuangkan Hak Perempuan Sebagai Syarat Pernikahan
Kartini menyetujui perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya dengan Raden Adipati Adidjojo Diningrat dengan satu syarat. Syarat tersebut adalah ia harus di bolehkan untuk mendirikan sekolah khusus anak-anak perempuan. Ia pun ingin agar tidak ada yang melarangnya untuk mengajar, menggapai cita-citanya agar bisa menjunjung tinggi dan memberikan kebebasan bagi kaum perempuan. Darisini, kita bisa belajar bagaimana R.A Kartini begitu mengutamakan kesejahteraan kaum perempuan.
Meninggal di Usia Muda
Dari hasil pernikahannya dengan Raden Adipati Adidjojo Diningrat Kartini dikaruniai seorang anak bernama Soesalit Djojoadhiningrat pada tahun 1904. Namun sayangnya, empat hari usai ia melahirkan seorang putra ia meninggal dunia. Pada saat meninggal Kartini masih berusia 25 tahun. Meskipun begitu ia telah melakukan hal yang hebat dalam hidupnya, terutama dalam hal memperjuangkan hak perempuan. Kartini di makamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Membenci Tata Hidup Feodal Jawa
Di masa kecilnya, Kartini dipanggil dengan panggilan Raden Ayu namun meskipun begitu ia tidak menyukai panggilan tersebut dan lebih suka dipanggil dengan nama Kartini saja. Menurutnya tidak ada yang lebih bodoh daripada mengagung-agungkan asal dan keturunan. Lalu Kartini memberanikan diri untuk terlepas dari adat istiadat feodal jawa. Ia pun melarang adiknya untuk melakukan adat lainnya yang biasa ia lakukan kepada ibunya seperti berjongkok, menunduk serta berbicara pelan saat dengannya.
Hidup Dalam Keluarga Yang Poligami
Di masa kecil hingga dewasa, ia sudah dibersamai dengan kehidupan keluarganya yang menerapkan sistem poligami. Kartini merupakan buah hati dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A Ngasirah, namun ibunya bukanlah merupakan seorang istri utama dari ayahnya. Ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita yang memiliki darah keturunan bangsawan yaitu Raden Ajeng Woerjan. Ketika dewasa pun, Kartini harus menerima kenyataan bahwa dirinya dijodohkan dengan seorang bangsawan yang sebenarnya telah memiliki tiga orang istri.
Categories: Figure, Uncategorized