Para penggila cemilan pedas tentu sudah akrab dengan nama Reza Nurhilman, yang akrab dipanggil Axl. Satu tahun yang lalu, ia memulai bisnis keripik pedas yang diberi merek dagang Maicih. Saat ini, bisnis yang hanya bermodalkan 15 juta rupiah tersebut telah berkembang pesat dan omsetnya mencapai 4 Milyar rupiah setiap bulannya.
Umur yang baru menginjak angka satu tahun memang masih tergolong sangat muda untuk ukuran sebuah bisnis. Tapi sukses Maicih yang terkesan instan tersebut terbentuk dari perjuangan panjang Axl yang telah mengalami jatuh bangun saat mencoba merintis berbagai usaha selama bertahun-tahun. Bisnis pupuk organik, barang elektronik, sampai Multi Level Marketing (MLM) pernah dijalani oleh alumni SMAN 2 Bandung ini.
Jika Maicih digagas dan dijalankan oleh orang lain yang bukan Axl, belum tentu nama Maicih bisa sebesar sekarang. Dengan kekuatan leadership yang dimilikinya, ia berhasil membangun tim sukses yang loyal dan bertindak sepenuh hati untuk membesarkan Maicih.
“Kenapa mereka loyal? Karena saya memprioritaskan kesejahteraan mereka terlebih dahulu. Saya sendiri nomer dua lah, yang penting mereka maju dengan mengembangkan Maicih ini. Kalau saya sendiri sebenarnya bisa saja membangun bisnis dengan cara konvensional, tapi yang kaya ya cuma saya sendiri saja karena keuntungannya saya ambil semua. Saya tidak mau seperti itu. Di Maicih, kita lebih membangun budaya dimana ada rasa kebersamaan dan kekeluargaannya,” ungkap Axl.
Infrastruktur Maicih sendiri tampak seperti sebuah negara kecil, dengan sosok Axl sebagai presidennya. Urusan internal perusahaan diurus oleh sebuah kabinet yang terdiri dari Panglima Jenderal, Menteri Pehubungan, Menteri Pangan, dan lain-lain. Dan yang terpenting, adalah para Jenderal sebagai agen yang memiliki peran signifikan dalam pengembangan dan penjualan Maicih.
Berdasarkan penuturan Axl, tanggung jawab yang ia berikan kepada para Jenderal ini memang sangat besar. “Saya menuntut mereka untuk menjadi seorang IBO, Independent Business Owner. Misalnya kalau ada acara atau event yang harus dibangun, ya bangunlah sendiri, karena feedback yang akan dia dapatkan juga sangat besar. Mereka itu bukan karyawan, melainkan para business owner yang terus di-maintain oleh kita,“ tuturnya.
Para Jenderal yang tersebar di berbagai kota inilah yang kemudian menyebarkan demam Maicih ke penjuru Indonesia, bahkan sampai ke Jepang dan Singapura. Dan fenomena demam Maicih ini pengaruhnya tidak main-main, dari tingkat RT, tingkat sekolah, tingkat kampus, sampai tingkat nasional yang antara lain dipicu oleh kemunculan Maicih pada talkshow Bukan Empat Mata.
Proses untuk menjadi seorang Jenderal Maicih juga tidak bisa dibilang mudah. Jangan hanya berharap dengan segepok uang langsung bisa menyetok barang dan menyandang status sebagai seorang Jenderal. Untuk menjadi Jenderal Maicih, setiap calon harus bersedia datang ke Bandung dan mengikuti apa yang disebut dengan “Akademi Jenderal”. Hal ini juga berlaku untuk mereka yang berdomisili di luar pulau sekalipun.
“Dengan dia datang itu kan berarti sudah ada totalitas. Berarti dia sungguh-sungguh mau memasarkan. Bukan yang sekedar ‘Gue pengen jual Maicih buat dapet duit.’ Bukan itu alasannya, tapi bagaimana dia mau mengembangkan Maicih, sebesar apa, dan bagaimana kita melihatnya dalam jangka panjang,” imbuh Axl.
Dalam akademi itu, para calon Jenderal diseleksi dan menjalani berbagai proses training yang meliputi penggojlokan mental, seminar, dan berbagai permainan (Salah satunya adalah ‘selling game’, dimana para calon Jenderal diberikan berbagai macam barang seperti sedotan, korek api atau sesisir pisang dan harus menjualnya dengan harga semahal mungkin). Semua itu bertujuan untuk membangun kreativitas, totalitas, loyalitas dan rasa memiliki yang kuat terhadap Maicih.
“Impian saya adalah membuat Maicih bisa menyamai produk PT. Indofood, seperti Indomie yang ada minimal 5 bungkus di setiap rumah. Tapi pemasarannya tetap eksklusif dan tidak ada di pasar swalayan dan lain-lain,” ungkapnya. Rupanya, apa yang menjadi visi Axl benar-benar ditanamkan kepada para Jenderalnya. Selama kurang lebih 45 menit, Axl berbagi banyak cerita tentang visi dan mimpi-mimpinya bersama Maicih. Berikut petikan wawancaranya..
Kalau dijadikan film, apakah adegan anda menemukan Maicih akan menarik?
Menarik sih tentunya, itu singkat tapi sebenarnya poinnya adalah bahwa maicih ini adalah sebuah brand yang berasal dari mama saya. Jadi pasti menarik. Yang cocok memerankan tokohnya mungkin Nani Wijaya, karena memang sudah tua banget dan sudah terlihat sosok “Ke-emak-annya”.
Taglinenya kan “For Icihers With Love”. Katanya cinta, tapi kok pedas?
Karena cinta kepedasan ya tentunya. Tapi sebenarnya tagline yang kita buat ini awal mulanya dulu karena kita menjual secara COD (cash on delivery). Lalu kita melayani pembeli yang hanya memesan sebungkus atau dua bungkus sementara kita mengantarnya ke daerah Ujung Berung misalnya. Jauh kan? Tapi kita melakukannya dengan ketulusan hati. Kita tidak peduli dapat uangnya berapa, bahkan mungkin tidak menutupi biaya bensin yang dikeluarkan. Tapi kita tetap melakukannya. Yang penting hatinya dulu, bahwa loyalitas kita terhadap konsumen ini orientasinya bukan karena uang, tapi lebih ke bagaimana supaya semua orang bisa merasakan.
Apakah realita kehidupan anda sepedas keripik Maicih?
Wah, kalau itu sih mungkin pedasnya di level 10 ya. Soalnya begini, dulu itu selama masa saya lulus SMU selama 3-4 tahun saya membangun bisnis jatuh bangun bahkan sampai dihina karena tidak pernah sukses. Ya istilahnya saya memilih untuk tidak kuliah dulu kan saat itu. Masa-masa 4 tahun tidak kuliah ini memang karena suatu pilihan yang “Mau bagaimana lagi?” Seperti itu. Orang tua tidak punya ekonomi yang cukup untuk membiayai. Lalu dari keluarga juga keadannya sedang tidak mampu, dan saya harus dituntut untuk berjuang. Kalau saya cerita semua bisa sampai subuh kayaknya.
Sebagai penciptanya, sanggup makan berapa bungkus Maicih dalam sehari?
Sehari sih paling saya kuatnya satu bungkus. Kalau misalnya sampai 5 atau 10 bungkus pasti tidak akan kuat juga sih, karena saya pun tidak menyarankan. Tapi setahu saya ada yang berani sampai 4 bungkus per hari, itu saudaranya teman saya. Si keripik setan ini kan 250 gram, berarti sehari itu dia makan sekilo keripik Maicih.
Sudah terdaftar resmi di Depkes dan lain-lain?
Sebenarnya begini, untuk izin Depkes, MUI, Badan POM itu kita sudah tercatat dan terdaftar, tapi proses untuk pengeluaran nomer dan sertifikatnya memang agak lama. Kita mengikuti prosedur saja deh, karena kita memang tidak mau main-main. Karena banyak juga produk yang mengambil “jalur belakang” dan bukan yang riil. Tapi kalau kita memang benar-benar mengikuti semua prosedurnya, mulai dari kunjungan ke pabrik dan segala macam. Insya Allah tidak akan lama lagi, mungkin dalam hitungan bulan tapi tidak akan lama.
Persoalan lainnya adalah Karena memang Maicih sudah terlanjur booming, jadi segala sesuatunya agak dipersulit. Kita tidak mau mengambil “jalur belakang”, karena malah bisa jadi bumerang bagi saya.
Setelah satu tahun berjalan, apa yang menjadi fokus pengembangan Maicih di tahun keduanya ini?
Yang dipersiapkan untuk tahun ini sebenarnya dari sektor pemasaran dan promosi. Tanggal 9 Juli kita launching website http://www.maicih.co.id. Lalu invasi kita akan banyak melakukan hal-hal yang spektakuler, mungkin dari segi event. Rencananya kita mau membuat acara besar-besaran dengan live music dan bintang tamu. Belum tahu kapan, tapi sudah kita rencanakan. Kemudian, dari segi quantity produksi kita akan terus bertambah, supaya seluruh Indonesia ini dari Sabang sampai Merauke bisa merasakan lah.
Indonesia, khususnya Bandung, terkenal dengan trend-nya yang cepat berganti. Sudah mengantisipasi kemungkinan ini?
Kalau misalnya dari segi brand, kenapa kita fokusnya membangun di kota-kota lain, itu supaya semua kota, semua pulau tericih-icihnya bersamaan. Melenceng sedikit dari pembahasan, intinya saya melihat pangsa pasar yang begitu besar. Penduduk Indonesia itu 200 juta. Sementara jumlah yang kita produksi bahkan belum mencapai 1%-nya. Itu kan artinya masih banyak sekali peluang yang bisa kita raih. Kita lebih berkonsentrasi dalam membangun pondasi bagaimana supaya si Maicih ini dikenal oleh masyarakat luas.
Kalau dari segi trend, dengan kita memiliki sistem , kita akan terus menjadi semakin besar. Kalau sekarang ini kan istilahnya sudah tidak ada lagi yang perlu diperjuangkan dari Maicih ini, tapi lebih mengembangkan sistem dan visinya. Hal itu supaya keluarga besar Maicih, termasuk konsumennya, tidak merasa bosan dengan keripik Maicih ini.
Ibaratnya begini, kalau kita itu lebih membesarkan brand image. Logikanya begini: Keripik pedas itu di Bandung sudah tidak aneh sejak jaman kita masih SD. Iya kan? Tapi saya buat itu jadi naik kelas. Di Jakarta dan kota-kota lainnya, itu masih belum tahu tentang keripik pedas. Di Bandung sendiri memang sudah biasa, karena keripik pedas itu memang asalnya dari Bandung. Tapi pada saat Maicih masuk ke Kalimantan misalnya, lalu menjadi booming, di mindset mereka (konsumen) itu langsung tertanam bahwa keripik setan atau keripik pedas itu adalah Maicih. Seperti kita beli air mineral “Aqua” tapi dikasihnya merek “Fit”. Di awal perjuangan saya untuk menanamkan Brand image sampai seperti ini sama sekali tidak mudah. Kalau di bandung mungkin keluar keripik-keripik lain selain Maicih. Tapi untuk di luar kota, luar pulau, orang tahunya ya keripik pedas itu hanya Maicih.
Bagaimana anda melihat makin menjamurnya penjual keripik dan cemilan pedas lainnya yang mencoba mengekor kesuksesan Maicih?
Saya malah senang, karena mereka bisa mendapatkan rezeki yang halal juga. Tapi diluar itu semua, dalam konteks bisnis, saya lebih beranggapan bahwa mereka itu terinspirasi. Kalau saya tidak berpikir sesuatu, dalam artian menciptakan Maicih ini, mereka tidak akan bisa hidup. Saya tidak menganggap mereka sebagai kompetitor karena biarpun pemasarannya sama – nyontek atau apapun- tapi tetap saja visi, konsep dan pemikiran yang ada di kepala saya tidak akan bisa di-copy.
Kenapa tidak melihatnya sebagai saingan?
Bagaimana ya, ini saya bicara konteks kota Bandung ya, karena Bandung itu sendiri memang dari jaman dulunya begitu. Iya ngga sih? Misalnya satu orang bikin clothing, semuanya ikut bikin clothing. Bandung itu mirip cina, copycat-nya cepat sekali. Tapi ya bagi saya tidak masalah karena saya mengembangkan Maicih ini visinya bukan hanya untuk di Bandung saja, tapi untuk nasional, dan go international. Jadi ya silakan saja, kita tidak perlu takut. Masih banyak kok pangsa pasar kita. Kecuali kalau sudah melakukan hal-hal yang merugikan atau merusak image Maicih, itu baru kita tindak.
Apa yang menjadi inspirasi saat menciptakan gimmick-gimmick promosi danpenjualan Maicih?
Sebenarnya saya di kalangan teman-teman terkenal sebagai seorang “caprukers”, jadi saya orang yang ceplas-ceplos. Maicih ini sebetulnya asal ceplos, istilah ‘Jenderal’ dan lain-lain ini juga asal ceplos . Sambil berjalan, yang asal ceplos ini kemudian dipermak menjadi sebuah konsep. Saya sendiri bukan seorang yang kreatif, tapi lebih ke kreator. Eksekutornya siapa? Ya para jenderal ini dengan totalitasnya. Kalau saya yang menjalani semua ini sendirian, ya modar. Tapi para jenderal ini bersama tim-timnya bersinergi untuk mengembangkan visi yang saya miliki.
Di Twitter anda sering menyinggung Totalitas, Loyalitas dan Sinergi. Apa maksudnya?
Maksudnya begini, setiap orang yang ada di Maicih jangan tanggung-tanggung untuk mau bekerja keras. Harus total dalam segala macam hal untuk membuat Maicih ini menjadi besar. Maicih sendiri bisa menjadi besar karena orang-orang yang besar, yang mau bekerja keras untuk mencapai hal yang besar. Saya hanya orang biasa, semua orang juga orang biasa, tapi karena mereka punya sesuatu hal yang luar biasa karena mengerjakan sesuatu dengan total dan maksimal, maka hasilnya pun menjadi besar. Kalau sinergi itu maksudnya supaya para jenderal yang ada di seluruh Indonesia ini bersatu, tidak gontok-gontokan. Maicih bisa besar karena mereka percaya dengan visi saya, yakin dengan apa yang saya katakan, dan melakukan tindakan yang saya lakukan.
Kok jaringannya Maicih sepintas mirip MLM ya?
Sebenarnya beda sih ya. Bedanya gini, jalur distribusi MLM itu kan dari pabrik ke distributor, dari distributor ke stockist lag, baru ke konsumeni. Kalau Maicih memberi keuntungan ke para Jenderal ini jauh lebih besar. Kenapa? Karena kita tidak memasukkan produk ke supermarket, biaya promosi pun dipangkas melalui sistem Jenderal. Makanya seorang Jendral bisa dapat keuntungan yang besar. Perbedaannya disini kita tidak ada target penjualan, tapi ada syarat minimalnya. Dengan value Maicih yang semakin berkembang, tidak mungkin kan orang hanya mengambil 100 bungkus? Ada quantity minimalnya.
Lalu, apa itu akademi jenderal?
Akademi jenderal ini adalah semacam sarana dimana kita menyeleksi para calon Jenderal. Kita memang menuntut loyalitas dimana dia mau serius di sini atau tidak. Dimanapun lokasinya yang ingin menjadi jenderal, dia harus datang ke Bandung. Dengan dia datang itu kan berarti dia sudah menunjukkan totalitas. Berarti dia sungguh-sungguh mau memasarkan Maicih. Jadi bukan yang sekedar “Gue pengen jual Maicih biar dapet duit.”
Impian saya adalah membuat Maicih ini bisa menyamai produk PT. Indofood, seperti Indomie yang ada minimal 5 bungkus di setiap rumah. Tapi pemasarannya tetap eksklusif dan tidak ada di pasar swalayan dan lain-lain. Karena kita memang ingin berbeda saja, karena menurut saya hal seperti itu (masuk ke toko) malah jadi kemunduran. Kenapa? Karena kita sistemnya bukan seperti perusahaan konvensional dan konglomerasi, karena kita mengawali Maicih ini dari nol, dengan modal minim dan akhirnya menjadi besar. Bukan seperti orang yang tiba-tiba bikin PT dengan modal uang beberapa milyar.
Jadi, yang ditekankan adalah membangun rasa memiliki?
Betul. Itu yang paling penting. Karena kalau orang tidak punya rasa memiliki jadinya akan terbatas, tidak bisa melakukan hal-hal yang out of the box. Disini kita kembangkan kreativitas mereka entah dalam segi pemasaran, promosi dan lain-lain. Tapi tetap ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar, contohnya ya tidak boleh memasukkan Maicih ke toko atau supermarket itu tadi, karena memang sistem jualannya bergentayangan.
Jika seandainya Twitter tidak pernah diciptakan, menurut anda apakah Maicih bisa mencapai kesuksesan yang seperti sekarang?
Mungkin tidak sih ya. Jujur, promosi dan sarana jualan Maicih memang via Twitter. Kalau bicara bisa atau tidak sih bisa saja, tapi tidak akan sebesar dan se-booming seperti sekarang ini. Bisa saja Maicih tetap booming seperti Amanda Brownies atau yang lainnya yang tidak berbasis online, tapi prosesnya mungkin tidak akan secepat ini. Sebenarnya, sebelum booming di Twitter pun Maicih juga sudah kuat oleh word of mouth, tapi tanpa Twitter itu efek bola saljunya kurang.
Ada apa sih dengan angka 29?
Angka 29 itu adalah angka keberuntungan saja, karena saya lahir tanggal 29 September, dan Maicih lahir pada tanggal 29 Juni. Lebih ke angka yang identik, bahwa 29 itu identik dengan Maicih dan saya (Axl).
Dari mimpi-mimpi anda, apa saja yang sampai saat ini sudah tercapai bersama Maicih?
Bulan September ini saya akan melunasi rumah idaman seharga 2,5 M. Disana rencananya ada tempat yang lebih luas untuk general meeting rutin Maicih. Lalu bulan Januari 2011 saya membeli Mercedes SLK yang seri terbaru. Memesannya dari sekarang, karena Itu kan harus inden (menunggu) selama 7 bulan. Dan ternyata orang Mercedes Indonesianya itu bilang bahwa yang pertama memesan dan membeli itu adalah ownernya Maicih. Alhamdulillah.
Menurut anda, apakah semua kesuksesan ini tidak terasa terlalu cepat?
Saya percaya bahwa Tuhan memberikan rezeki itu tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, melainkan tepat pada waktunya. Saya bersyukur diberi rezeki sekarang. Mungkin kalau sejak dulu saya diberi kekayaan lalu saya tidak bisa mengelolanya dan dipakai untuk yang tidak-tidak, akhirnya kolaps. Tapi kalau sekarang, menurut saya tepat karena saya sudah punya perencanaan dan jauh lebih dewasa, dan sudah memikirkan rezeki ini mau dibawa kemana.
Categories: Profil