Tren fesyen terus berubah dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan zaman. Namun, bicara perihal fesyen atau mode memang tak lepas dari para desainer itu sendiri. Kini para desainer baru dan muda banyak bermunculan. Berangkat dari kecintaan terhadap dunia mode, tak jarang pula para desainer berinisiatif mendirikan perkumpulan untuk menampung kesamaan visi dan misi mereka.
Adalah Bandung Fashion Society (BFS) yang tercetus pada awal tahun 2018. Komunitas yang digaungi para desainer-desainer independen ini terbentuk karena keinginan mereka untuk saling berbagi dan belajar mengenai perkembangan mode.
Benz selaku ketua BFS mengungkapkan, awalnya komunitas ini digagas berlatar persahabatan. Karena masing-masing anggota memiliki kesamaan dan kecintaan terhadap dunia mode, tak lama ia bersama rekan-rekannya terpikir untuk mendirikan komunitas.
“Di Bandung dan Jawa Barat sendiri memang ada beberapa asosiasi fesyen, tetapi kami belum sampai pada titik itu. Jadi kami lebih memantapkan wadah komunitas,” ujar pria yang telah berkecimpung di dunia mode selama lima tahun terakhir ini.
Di sisi lain, Benz menuturkan, BFS diharapkan mampu menjadi wadah berbagi dan belajar untuk saling mendukung masing-masing anggotanya. “Nah, kebetulan kami semua memiliki brand busana sendiri. Karena kami memiliki pemikiran yang sama, yakni sama-sama ingin meramaikan industri fesyen di Kota Bandung dan Jawa Barat,” tutur pria pemilik brand Zuebarqa by Benz.
Komunitas yang menghimpun para desainer-desainer independen ini tercetus Januari 2018. Walaupun usianya masih seumur jagung, BFS memiliki tujuan untuk berkontribusi meramaikan dunia mode di Kota Bandung. Mengingat Bandung selaku Parisj Van Java terkenal dengan sebutan kota fesyen, katanya.
Meskipun mengusung nama Bandung Fashion Society, anggota BFS tak hanya berdomisili di Bandung dan sekitarnya saja. Beberapa di antaranya tersebar di kota-kota besar, diantaranya; Jakarta, Bogor, Garut, Sukabumi dan Cirebon.
Bagi mereka jarak bukanlah penghalang untuk berkumpul. Satu bulan sekali mereka kerap melakukan kopi darat di Bandung. Di luar itu mereka juga tetap berkomunikasi yang dilakukan secara digital di grup percakapan.
“Kami kalo kumpul biasanya membahas secara global seputar dunia fesyen. Mulai dari desain styling, pemilihan bahan dan komposisi warna sampai sharing pengalaman. Semuanya bisa dibahas, mengingat di BFS ada desainer yang kursus mode dan autodidak. Jadi kami saling berbagi pengalaman dan ilmu aja,” tutur Benz.
Dengan adanya diskusi dan perbincangan, Benz mengatakan banyak anggota yang semakin mengetahui karakter desain yang dibuat. Hal tersebut menjadi dorongan positif terhadap pengembangan diri masing-masing setiap anggota yang berprofesi sebagai desainer.
Nyatanya, hal serupa juga dirasakan Citra Leorista salah seorang anggota yang kini menjabat sebagai humas BFS. Ia mengendus bahwa persaingan di dunia mode semakin ketat. Oleh karena itu, Citra merasakan manfaat yang didapat setelah bergabung bersama rekan-rekannya komunitas ini.
“Selain menjalin perteman baru, saya juga dapat bertukar ide, tren dan berbagi informasi mengenai dunia fashion. Ditambah dukungan rekan seprofesi menjadi penyemangat. Dari sisi usaha, hal tersebut memotivasi saya untuk membuat sesuatu yang baru,” ungkapnya.
Ada pula kegiatan acara yang dilakukan BFS, misalnya trunk show semacam presentasi karya masing-masing anggota yang digelar enam bulan sekali, atau pemotretan bersama untuk produk katalog yang dilakukan setiap dua bulan.
Lewat berbagai macam kegiatan, pria yang berkecimpung dalam dunia mode berkonsep etnik ini berharap seluruh anggota BSF terus terpacu untuk meningkatkan produktivitas.
“Kami mencoba untuk terus berkarya dan percaya diri melalui proses belajar bersama. Dan mudah-mudahan untuk kedepannya BFS mampu menginspirasi bagi pelaku dan mengembangkan fashion khususnya di Kota Bandung,” tutup Benz. (Bthx)
Categories: Community