Oleh: Bella
“Ya percuma, mereka tidak mengerti saya.”
Kalimat di atas sering sekali kita katakan ketika kita dirundung masalah. Entah masalah pribadi, atau hubungan sosial kita dengan teman atau lingkungan sosial kita. Kita akan mudah menjustifikasi orang lain bahwa mereka tidak memahami kita karena memang kita tidak sedang dalam emosi yang satu frekuensi dengan mereka.
Perilaku setiap orang berbeda. Perilaku sendiri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan personal factors. Nah, personal factors tanpa kita sadari sangat mendominasi bagaimana cara kita melihat, menerima, menilai, merespon keadaan tersebut sampai mengambil sebuah keputusan. Bagaimana personal factors itu terbentuk? Personal factors terbentuk dari berbagai macam situasi yang sudah kita hadapi sebelumnya hingga kini. Oleh karena itu, sangat tidak mungkin orang lain dapat memprediksi respon kita atau keadaan emosi kita secara tepat karena memang personal factors setiap orang berbeda begitupun takaran emosi mereka.
“Tetapi bukankah ketika saya bercerita dan mereka mendengarkan dengan baik dan benar maka mereka akan memahami saya?“
Belum tentu, ketika kita bercerita orang lain hanya mampu menduga atau membayangkan emosi yang terjadi dengan diri kita, tidak merasakan emosi yang sebenarnya. Hal ini lah yang menyebabkan kita sering berpikiran bahwa mereka tidak memahami diri kita, begitupun sebaliknya kita sulit menerima keputusan orang lain dalam menghadapi keadaan tertentu, fenomena ini biasa disebut dengan Hot-Cold Emphaty Gaps.
Apa itu Hot-Cold Emphaty Gap?
Hot-Cold Emphaty Gap adalah keadaan di mana ketika kita berada pada emosi yang tidak stabil (marah, sedih, dan lain sebagainya) akan sulit memahami pola pikir rasional seseorang yang secara emosi stabil, begitupun sebaliknya. Dalam hot-cold emphaty terdapat dua tipe afeksi yang menjadi kecenderungan seseorang.
Pertama, cold state yaitu keadaan di mana emosi kita stabil dan sangat rasional. Kedua adalah Hot state, yaitu ketika emosi kita sedang tidak stabil (marah, takut, kalut, dsb). Kesenjangan dalam fenomena hot-cold emphaty gaps ini terbagi menjadi dua yaitu cold to hot emphaty gaps dan hot to cold emphaty gaps
Istilah ini terjadi ketika kita dalam keadaan cold state, kita cenderung lebih rasional dan sulit menerima hal-hal irrasional, rasa peka/simpati berkurang terhadap afektif hot state (marah, takut, sedih dll), dan cenderung berpikir mengenai emosi jangka panjang. Contohnya, ketika kita dalam keadaan cold state dan melihat seorang teman dalam kondisi hot state sedang bermasalah dengan pekerjaannya/kekasihnya, dan bercerita secara berlebihan ke kita yang saat itu dalam kondisi cold state, tanpa sadar kita akan berpikir bahwa seandainya kita di posisinya maka kita tidak akan bersikap kekanak-kanakan seperti dia. Padahal bisa saja ketika kita mengalami kejadian yang sama kita bisa jadi bersikap sama halnya dengan si teman tersebut.
Begitupun sebaliknya, ketika kita dalam keadaan hot state (marah/sedih) karena bermasalah dengan teman/pekerjaan/kekasih dan kita bercerita ke orang yang dalam keaadaan cold state maka se-rasional apapun respon teman tersebut kita akan tetap sulit menerima karena keadaan emosi kita memang sedang tidak stabil dan cenderung irrasional.
Pertama, hot-to-cold emphaty gaps memiliki kecenderungan underappreciate preferensi mereka sendiri mengenai emosi, sulit menerima hal-hal rasional yang bertentangan dengan emosi mereka saat itu. hal ini lah yang menyebabkan kita sering merasa tidak dimengerti oleh orang lain.
Kedua afektif ini memang sangat mempengaruhi bagaimana proses pengambilan keputusan seseorang ataupun respon mereka di lingkungan sosial. Beragam konsekuensi dari fenomena ini antara lain: Pengambilan keputusan yang buruk, ketika kita tidak mampu memahami keadaan emosi kita sedang berada dalam fase hot state atau cold state proses pengambilan keputusan pun akan terpengaruh. Berusaha jujur dengan perasaan sendiri dan menerima fase hot state akan membuat kita lebih mudah untuk menanggulangi emosi tersebut.
Kedua, misunderstanding of other. Ketika kita dalam keaadaan hot state dan lawan bicara dalam keadaan cold state ataupun sebaliknya dan kita tidak jujur mengenai fase yang kita alami tersebut maka akan sangat mudah menciptakan kesalahpahaman antara dua orang tersebut karena frekuensi emosi mereka yang berbeda. Oleh karena itu penting untuk kita memahami emosi orang lain dan jujur mengenai emosi kita sendiri.
Terakhir, Judgment of others. Hal ini sering terjadi ketika kita gagal mengenal orang tersebut dengan baik. Kita akan mudah menilai orang lain salah karena mereka bertindak secara irrasional padahal kita tidak menyadari bahwa mereka sedang di fase hot state, begitupun sebaliknya.
Takaran emosi setiap orang berbeda. Pun bagaimana perilaku mereka ketika dalam keaadaan cold state maupun hot state. Beri orang lain kesempatan untuk menjelaskan diri mereka sendiri. Jika tidak saling kenal dengan baik, luangkan waktu untuk mengenal orang tersebut.
Jangan berpaku pada kesan pertama, karena mengenali karakter seseorang memang membutuhkan waktu. Emosi adalah kekuatan yang kuat dalam membimbing dan memengaruhi tindakan kita. Ada banyak alasan mengapa kita bertindak karena marah dan takut dan lain sebagainya. Hot cold empathy gaps membuat proses berempati dan memahami orang lain memang sedikit lebih sulit tetapi ini bukan hal yang mustahil. Memahami membutuhkan tenang saat marah. Berempati membutuhkan sabar untuk mendengar.
Sumber: Medium
Editor: Yusham
Categories: Health