Bagaimana Eksistensi Penggunaan Bahasa Indonesia di Kalangan Remaja?

Ngobrolin Bahasa Bareng Ahlinya


bersama Mahmud Fasya, S.Pd., M.A. (Dosen mata kuliah linguistik, Universitas Pendidikan Indonesia)

0

Dok. pribadi

Menurutnya, penggunaan bahasa sangat dinamis karena melekat dengan kehidupan manusia. Manusia makhluk yang dinamis. Jadi segala hal yang berkaitan dengan manusia selalu mengikuti dinamika hidup manusia. Apalagi jika hidup manusia semakin kompleks, makin banyak variasi, maka bahasa pun mengikutinya.

 Sekarang, ruang-ruang untuk berekspresi lewat bahasa semakin banyak seiring dengan perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi. Hal ini menyebabkan variasi bahasa semakin banyak karena setiap ruang ditandai dengan variasi bahasa khusus yang berbeda-beda. Misalnya karakteristik bahasa di Twitter dengan di Facebook atau Instagram. Karena banyak alternatif, jadi variasi bahasa semakin banyak.

Ia juga berkata jika kembali lagi ke teori, ada 2 macam mazhab. Ada preskriptif (formal) ada yang deskriptif (fungsional). Ada yang analogi, tapi ada juga yang menerima anomali. Termasuk menyikapi variasi bahasa yang muncul di era milenial.

Orang yang berpandangan preskriptif memandang bahasa menurut kaca mata kuda, artinya harus sesuai aturan dan konsisten. Bila berbeda, maka pasti dianggap salah dan tidak boleh hidup maupun berkembang. Berbeda dengan orang yang berpandangan lebih deskriptif dan lebih menerima anomali. Jadi, jika ada perbedaan dikit tidak jadi masalah. Sepanjang kode tutur atau variasi itu digunakan oleh mereka atau komuitas-komunitas itu. Mereka membiarkan hal itu menjadi keragaman, sepanjang ada penggunanya.

Setiap bahasa, dialek atau tingkat tutur memiliki hak hidup maupun hal untuk digunakan apalagi jika dikaitkan dengan hak asasi bahasa yang disampaikan oleh UNESCO. Di kacamata sosiolonguistik, sekecil apapun sebuah kode tutur, itu memiliki hak untuk dipilih dan digunakan. Di sisi lain, ruang-ruang formal tetap membutuhkan kode tutur yang jauh lebih konsisten dan lebih terstandar. Makanya, kita harus menggunakan dua sikap itu. Kapan preskriptif, kapan deskriptif.

Untuk bahasa ilmiah atau dokumen dinas yang bersifat resmi kita membutuhkan bahasa preskriptif yang sesuai dengan kaidah kebakuan yang telah disepakati oleh pemegang otoritas. Di negara kita, otoritas dipegang oleh negara lewat Badan Bahasa. Berbeda dengan bahasa Indonesia Inggris yang otoritasnya dikembalikan ke kampus yang terkenal seperti Harvard, Cambridge, dan Oxford.

Remaja masih bisa memilah

Ia dan Pak Andika Dutha Bachari (Dosen mata kuliah linguistik, sekaligus ahli linguistik forensik)  pernah diwawancarai oleh Pikiran Rakyat mengenai  fenomena bahasa remaja yang bahkan mengkhawatirkan perkembangan bahasa Indonesia atau tidak. Dalam kadar tertentu, saat ini, segmentasinya terbatas. Jadi, tidak ada pengaruh yang sangat serius terhadap Bahasa Indonesia yang formal karena mereka bisa memilah kapan harus berbicara bahasa baku kapan boleh menggunakan ragam atau variasi lain.

Waktu itu beliau mengatakan “Bila mereka masih bisa mengisi ujian atau ulangan di sekolah dengan Bahasa Indonesia formal, tandanya mereka masih bisa memilah itu, kapan, di mana, untuk siapa. Kecuali, jika misalnya siswa sudah lupa lagi. Seperti ulangan umum, ujian, presentasi kelas, rapat OSIS, atau rapat guru dan mereka malah menggunakan variasi bahasa gaul atau variasi bahasa remaja. Namun, sejauh ini faktanya tidak begitu. Remaja masih bisa memilah.

Kemudian, karena generasi millenial identik dengan teknologi ilmu komunikasi, jadi peranan yang bisa ditunjukkan oleh generasi milenial bagi Bahasa Indonesia itu di antaranya lewat aktivitas mereka yang sangat intens di media sosial. Nampaknya peranan mereka di situ letaknya. Biarkan mereka berekspresi di ruang yang tersedia itu atau dengan perangkat TIK dan memang pihak pemerintah melalui pendidikan-pendidikan formal, terutama sekolah, guru dan orang tua harus membimbing para remaja supaya ruang-ruang di media sosial atau TIK dapat menyediakan dua kavling yang berbeda.

Kavling jalur formal dan kavling jalur fungsional. Jadi ada laman-laman tertentu untuk berekspresi secara formal seperti untuk tugas-tugas sekolah atau perkuliahan. Lalu ada juga laman lain yang lebih bebas untuk berekspresi secara fungsional, lebih informal atau casual. Di KURTILAS, ada dua variasi itu. Para raja dikenalkan kepada anekdot selain pada teks prosedur kompleks pada laporan hasil observasi. Itu merupakan 2 hal yang berbeda. Anekdot ada di ranah bahasa informal, sementara teks prosedur kompleks pasti menggunakan bahasa yang jauh lebih formal. Nah, dua kanal atau dua kavling itu harusnya diwadahi di media sosial terutama melalui perangkat TIK. Jadi jangan sampai menutup kreativitas.

Posisi Bahasa Indonesia sangat kuat?

Ketika berbicara mengenai pertahanan penggunaan Bahasa Indonesia, hal itu masih kurang beralasan. Temuannya dengan Prof. Abigail di proyek “Basa Urang”, menyatakan bahwa situasi bilingualisme di Indonesia yang rata-rata antara bahasa daerah dengan Bahasa Indonesia menurut temuan sementara justru berbahaya karena hal ini menuju ke monolingualisme.

Ada sejumlah temuan bahwa para penutur bahasa daerah mulai beralih ke Bahasa Indonesia. Jadi sepanjang kondisinya seperti sekarang kekhawatiran tentang terancamnya Bahasa Indonesia masih sangat jauh. Analisis saya, ada dua alasan. Ada alasan linguistik dan alasan politik yang membuat posisi Bahasa Indonesia sangat kuat.

Pertama, alasan politik jaminannya di undang-undang tertinggi, UUD 1945. Di situ disebut secara eksplisit bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa negara. Belum lagi ada turunnya di UU no 29 tentang bendera, bahasa, lambang negara, dan kebangsaan. Itu lebih menguatkan sisi politik dari Bahasa Indonesia. Jadi itu merupakan syarat politik kenapa Bahasa Indonesia jauh dari kata punah. Kedua, alasan linguistik, standardisasi, modifikasi, itu ada di Bahasa Indonesia dan adanya produk-produk tertulis yang berkaitan dengan Bahasa Indonesia. Ada tata baku Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, sampai Ejaan Bahasa Indonesia.

Nah, semua perangkat itulah yang menjadi alasan linguistik yang menunjukkan kuatnya Bahasa Indonesia bila dibandingkan dengan bahasa daerah. Walaupun dikatakan terancam, hal ini jika Bahasa Indonesia dibandingkan dengan Bahasa Inggris atau bahasa  asing dari sisi prestise. Akan tetapi, levelnya tidak separuh ancaman Bahasa Indonesia ke bahasa daerah karena jumlah penutur Bahasa Inggris di Indonesia masih terbatas, masih dalam kalangan elit tertentu saja.

Nah, Bahasa Indonesia kepada bahasa daerah faktanya sudah banyak. Misalnya, ancaman kepunahan Bahasa Lampung. Hal ini salah satunya disebabkan karena penutur Bahasa Lampung mulai beralih ke Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Selain itu, orang Sunda juga mulai merasakan itu karena keluarga-keluarga muda sudah mulai tidak mewariskan Bahasa Sunda kepada anak-anaknya. Termasuk beliau sendiri. Belilau dan istrinya berbahasa Sunda, tapi anak-anaknya menggunakan bahasa Indonesia. Itu fakta terdekat bahwa ancaman itu ada dari Bahasa Indonesia ke bahasa daerah.

Nafal/Belda

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Google photo

You are commenting using your Google account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.